Jakarta, Rapat kerja (raker) Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, Kamis (1/12/2016) membahas rencana moratorium Ujian Nasional (UN). Raker yang digelar di Ruang Rapat Komisi X Gedung Nusantara I Jakarta tersebut dipimpin Teuku Riefky Harsya, dan dimulai pukul 15.15 WIB. 
Mendikbud memaparkan rencana Pemerintah melakukan moratorium UN pada tahun 2017 mendatang. Dalam paparannya, Mendikbud menyampaikan rencana pemerintah untuk mendorong pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) sebagai metode evaluasi capaian belajar siswa menggantikan UN. 

Dijelaskannya bahwa sejak tahun 2015, UN tidak lagi dijadikan penentu kelulusan peserta didik. "UN tidak dijadikan alat penentu kelulusan dan hanya untuk pemetaan. Berdasarkan hasil UN tiga tahun terakhir kami sudah memperoleh peta kualitas pendidikan di Indonesia, jadi pemetaan tidak perlu setiap tahun diadakan," ujar mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang tersebut.

Pada tahun 2017 mendatang, Kemendikbud mendorong terlaksananya USBN yang diselenggarakan oleh setiap satuan pendidikan/sekolah dengan mengacu pada standar nasional. Nantinya, ujar Mendikbud, kelulusan siswa akan ditentukan oleh tiap-tiap sekolah dengan standar nasional yang ditetapkan pemerintah pusat. Standar tersebut merupakan hasil kajian yang telah disesuaikan dengan hasil pemetaan yang diperoleh dari UN di tahun-tahun sebelumnya. 

Moratorium UN, menurut Mendikbud, merupakan langkah pemerintah dalam melaksanakan Nawa Cita. Dalam rangka melakukan revolusi karakter bangsa, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berjanji untuk melakukan evaluasi terhadap model penyeragaman dalam sistem pendidikan nasional, termasuk di dalamnya UN.  

Menjawab kekhawatiran yang timbul di masyarakat terkait standar mutu pendidikan nasional, Mendikbud menyampaikan bahwa standar nasional pendidikan tetap dilaksanakan, tetapi kewenangannya didesentralisasikan ke daerah sesuai dengan amanat undang-undang. "Nantinya pelaksanaan USBN akan lebih memberdayakan guru melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)," kata Muhadjir. 

Hampir semua anggota Komisi X yang hadir dalam raker tersebut menyetujui rencana moratorium UN. Sejumlah anggota legislatif tersebut lebih menyoroti kesiapan pemerintah pusat dan daerah dalam masa transisi moratorium UN dan masalah anggaran yang sudah dialokasikan untuk UN. 

Anggota Komisi X Wayan Koster setuju dengan moratorium UN, karena menggunakan UN sebagai penentu kelulusan melanggar Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Namun Wayan mengingatkan Pemerintah untuk menyusun sistem evaluasi yang berjenjang. "Harus ada evaluasi pendidikan secara nasional yang berjenjang, alat ukurnya apa untuk mutu pendidikan?" tanya anggota Komisi X dari Bali tersebut.

Popong Otje Djundjunan, anggota Komisi X yang lain juga mendukung moratorium UN. Lebih jauh, wanita yang akrab dipanggil Ceu Popong tersebut mengingatkan dua hal: pengalihan anggaran UN harus tepat, dan moratorium UN harus sudah dikaji secara akademis. "Jadi mengembalikan evaluasi peserta didik ke pendidik sudah sesuai undang-undang, sekarang pengalihan anggaran UN yang sudah ditetapkan ini harus tepat," ujar Ceu Popong. 

0 komentar