1. Nisan Usman Barkat
Pohon Usman Barkat
Diriwayatkan oleh cerita turun-temurun orang tua dahulu. Alkisah seorang yang bernama Muhammad Alaudin Syah yang singgah di Kabir, lalu kemudian dia menetap di Nausu dan meninggal di sana. Dia memiliki seorang anak yang bernama Usman Barkat yang tinggal dan menetap di Desa Ombay. Suatu ketika Usman Barkat yang memakai sorban putih, buang air besar dipantai, ketika itu ada orang jawa naik perahu yang bernama Hasan dan Husain melihat dia tidak melakukan istinjak (bersih-bersih) setelah buang air besar. Akhirnya orang jawa yang awalnya ingin berdagang rempah-rempah, mendarat ke pantai untuk menemui Usman Barkat.
Orang jawa memandang perlakuan dari Usman Barkat tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam tentang bersuci. Orang jawa itu pun membuat perjanjian dengan Usman Barkat tentang kehebatannya masing-masing. Perjanjiannya yakni bila Usman barkat kalah, dia harus pergi ke Jawa dan apabila orang Jawa yang kalah, mereka harus tetap tinggal di desa Ombay dan menyusun kota disana. Keesokan harinya, setelah membuat perjanjian di tempat yang sama, mereka saling mengadu kehebatan. Diawali oleh Usman Barkat, dia menunjukan kehebatan dengan membelah
perutnya dengan jari tangan kanannya sambil membaca syahadat, dia mengeluarkan seluruh isi perutnya, dan mencucinya di pantai. Orang Jawa menunjukkan kehebatannya dengan mengikat lima buah parang yang jika dicelupkan ke laut akan terapung. Namun, parang-parang tersebut tidak terapung malah justru tenggelam. Orang Jawa pun kalah dan mereka harus menerima konsekuensi membangun kota, yang sekarang bernama Desa Ombay.
Ketika Usman Barkat meninggal, beberapa hari kemuadian nisannya yang terbuat dari kayu tumbuh menjadi pohon besar yang sangat rindang dan sekarang disebut sebagai Pohon Keramat Usman Barkat. Masyarakat mempercayai bahwa bila ada orang yang memetik daun atau batangnya, maka dia akan membawa kemarau di mana pun dia berada.
Masyarakat suka memetik daun tatkala mereka memiliki pesta perayaan seperti nikahan, sunatan, dsb. guna menghindari datangnya hujan ketika acara berlangsung. Ketika acara usai, mereka harus membuat sesaji berupa penyembelihan satu buah kambing agar terhindar dari kemarau yang berpanjangan.
2. Manusia Emas
Patung Emas
Dahulu, terdapat suku Tarangdolu, yang merupakan suku pertama yang tinggal di Desa Ombay. Mereka ingin mencari tahu di mana matahari terbit dan terbenam. Mereka mendapatkan ide untuk membuat perahu dari kayu yang besar. Akhirnya, mereka mencari kayu di hutan dan menebangnya. Namun, terdapat keanehan ketika mereka menebang pohon tersebut, keesokan harinya bekas tebangan itu kembali ke bentuk semula. Hingga tiga hari mereka melakukan hal yang sama, pohon tersebut tetap kembali seperti semula. Akhirnya, mereka tidur di hutan dan menebang pohon tersebut semalaman hingga tujuh hari berturut-turut. Hingga pada saat siang hari akhirnya pohon itupun tumbang sambil diikuti oleh terikan suara ”Aduh... tanganku terpotong“, ternyata ketika dillihat terdapat patung emas kecil dengan tangan terpotong satu dan sedang menggunakan selempang rantai yang bisa bergerak. Mereka menyebutnya patung tersebut dengan Do Pon Taru Bena Manusia yang artinya patung menyerupai manusia. Warga mempercayai bila perempuan melihat patung tersebut, maka mereka tidak akan memiliki keturunan. Namun sekarang kepercayaan tersebut sudah tidak lagi. Patung ini hanya terdapat di Ombay dan di India. Di India Patung ini dipercaya sebagai jelmaan dari Dewi Durgandini.
3. Batu Bela
Batu Bela
Dahulu kala di Desa Ombay, warga yang sekarang tinggal di dusun I yang beragama Islam dan dusun II yang beragama Protestan, mengadakan perjajian tentang sebuah kesepakatan damai. Kesepakatannya dilakukan dengan prosesi laki-laki dan perempuan berada dalam satu sarung dan bersama-sama membuat ikrar bahwa barang siapa yang berbuat adu domba dan saling mempecah-belah satu sama lain, maka dia akan mendapatkan bala dan kutukan dari Tuhan. Perjanjian itu dilambangkan dengan penanaman batu yang dinamakan dengan batu Bela. Masyarakat percaya batu tersebut bertambah tinggi dari tahun ke tahun.
4. Ular Naga
Pasanggrahan Naga
Dahulu, terdapat sebuah patung yang berbentuk ular naga di Desa Ombay. Tiba–tiba patung tersebut hilang entah ke mana. Warga mempercayai bahwa patung tersebut berubah menjadi ular dan masuk kedalam laut dan tinggal di sana. Ketika bulan purnama datang, ular naga tersebut muncul ke permukaan dan bersarang di batu, yang sekarang batu tersebut dinamanakan dengan batu pasanggrahan naga. Warga mempercayai, apabila ada seorang wanita yang melihat ular tersebut lalu dia kaget, maka selama hidupnya dia tidak akan mendapatkan keturunan.
5. Moko Sakti
Moko Sakti
Dahulu kala, ada seorang nenek yang tinggal di gunung di Desa Ombay. Suatu ketika, dia duduk di atas batu. Tiba-tiba dia merasa digigit oleh seekor semut, nenek itu pun berdiri dan memeriksa keberadaan semut. Ketika dilihat, tidak ada semut di batu tersebut, dia pun duduk kembali. Kejadian tersebut terulang hingga tiga kali. Ketika kejadian yang ketiga, tiba-tiba dia melihat banyak tonjolan dari tanah termasuk batu yang dia duduki. Ternyata tonjolan tanah tersebut adalah sebuah moko. Nenek itu pun langsung bergegas mengangkat moko dari tempat duduknya. Ketika moko yang diambilnya sudah terangkat, ternyata moko-moko yang lain yang ada disekitarnya kembali ke dalam tanah.
Bila saja nenek tersebut memanggil orang lain untuk mencabut moko-moko secara bersamaan, maka dipastikan moko-moko tersebut akan terangkat semuanya. Moko tersebut dipercaya sebagai moko sakti hingga saat sekarang ini. Warga mempercayai apabila seorang wanita melihat moko tersebut, maka dia tidak akan mendapatkan keturunan baik yang belum atau yang sudah menikah.
6. Nenek Batitatul
Dahulu kala tinggallah seorang nenek yang sangat miskin di gunung. Ketika nenek itu masih kecil, dia disuruh menjaga padi dari serangan burung pipit. Ternyata ketika dia sedang menjaga padi, tiba-tiba dia menghilang selama tujuh hari tujuh malam. Tidak ada satu pun warga yang menemukan keberadaan Batitatul selama itu. Ketika hari ketujuh, Batitatul kembali dan mengumumkan kepada seluruh warga bahwa dia telah dimakan oleh seekor naga. Anehnya, Batitatul berbicara hal tersebut sambil menutupi mulutnya dan mengatakan bahwa jangan pernah melihat lidahnya karena lidahnya sudah berubah menjadi delapan cabang ular naga. Batitatul pun meminta masyarakat untuk membuatkan singgasana yang megah dengan tiga lantai. Batitatul yang miskin dan yatim piatu itu pun dianggap sebelah mata oleh warga. Warga berpikir Batitatul tidak mungkin dapat mewujudkannya. Namun, ternyata keesokan harinya, orang dari berbagai penjuru berbondong-bondong membawa bahan baku bangunan dan membangun singgasana yang sangat megah. Dipercayai di atas singgasana tersebut dihuni oleh seekor ular naga. Apabila kita masuk ke dalam singgasana tersebut dan membuat kesalahan, maka kita akan dihantui oleh bayang-bayang naga di mana pun kita berada. Adapun keturunan dari nenek Batitatul memiliki kebiasaan menutupi mulutnya tatkala berbicara dengan orang lain. Sekarang ini suku dari keturunan nenek Batitatul tidak lagi melakukan hal seperti itu.
7. Jawa Toda wato
Jawa toda wato
Alkisah menyebutkan bahwa dahulu di Desa Batu tinggallah suku yang bernama Suku Munaseli dan Suku Pandai. Meskipun kedua suku tersebut merupakan kerabat dekat, kondisi kehidupan mereka sangatlah berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada alat tukar yang biasa mereka gunakan di pasar. Suku Munaseli menggunakan emas di pasar, sedangkan suku pandai hanya menggunakan alat tukar seadanya saja. Hal tersebut dapat terjadi karena Suku Munaseli meiliki ayam yang apabila dia berkokok dan jika kita meminta sesuatu atau permintaan, maka ayam tersebut akan mengabulkannya. Timbulah kesenjangan sosial dan ekonomi di antara kedua suku tersebut, dan terjadilah peperangan.
Peperangan antara Munaseli dan Pandai akhirnya dimenangkan oleh Suku Munaseli. Karena Pandai kalah, akhirnya mereka meminta bantuan dari kerajaan Majapahit yang ada di Pulau Jawa. Majapahit menurunkan bala tentaranya dengan berbondong-bondong menggunakan perahu. Ketika pasukan pertama dari Majapahit mulai mendarat, mereka langsung diserang habis oleh Suku Munaseli. Majapahit pun dikalahkan oleh Suku Munaseli. Ketika pasukan kedua Mahapahit akan berlabuh, mereka melihat sebuah benda yang berbentuk seperti awak perahu. Merekapun akhirnya mengikat awak perahu tersebut dan berusaha membawanya ke Jawa. Namun, ternyata benda yang dianggap awak perahu tersebut, ternyata hanyalah sebongkah batu besar yang menyerupai awak perahu. Orang pribumi yang melihat kejadian tersebut akhirnya menamakannya dengan Jawa Toda Wato yang artinya orang Jawa menunda Batu.
Untuk menjaga keamanan ayam sakti yang dapat mengabulkan segala permintaan, akhirnya orang dari Suku Munaseli membawa ayam tersebut ke daerah Timor Timur yang sekarang terkenal dengan Negara Timur Leste. Adapun daerah tempat ayam tersebut ditempatkan yaitu bernama daerah Manututu yang memiliki arti Ayam berkokok (manu: ayam, tutu: berkokok).
8. Halperung (Moko Burung)
Moko ini didapatkan di Desa Batu dengan menembak burung. Ketika burung tersebut jatuh berubahlah burung itu menjadi moko.
9. Meriam
Benda ini merupakan peninggalan dari zaman Portugis yang memiliki makna tanda keamanan wilayah. Terdapat di Desa Batu.
10. Alqur’an Kayu Tua
Ditemukan oleh Haji Kardasing di Gua Gunung Hamdala (sekarang dinamakan dengan Gunung Hamduli) yang berada di Desa Batu. Setelah menemukan Al-qur’an tua tersebut dia berpindah agama dari kristen menjadi Islam. Ada pun temuan Al-qur’an ini dapat ditemukan satu di Alor Besar, satu di Baranusa, dan satu lagi di Desa Batu (dusun Tuabang).
Disusun Oleh:
Abdul Karim dan Jenni Anggita (Tim K2N UI)
17072011
0 komentar