Rektor Universitas Nusa Cendana, prof.Ir. Fredrik l. Benu, m.si., ph. D Menegaskan, Undana Tak Menerima Donasi Atau Bantuan Dari Pihak Manapun Terkait PLPG 2016
REKTOR
Universitas Nusa Cendana (Undana), Prof. Ir. Fredrik L. Benu, M.Si., Ph. D
menegaskan, Undana tak menerima donasi atau bantuan dari pihak manapun untuk
meluluskan para guru yang hendak disertifikasi. Pasalnya, untuk menjadi guru
yang berkualitas dan berintelektual, maka guru harus menunjukan kecerdasan
intelektual, emosional, spritual dan sosial untuk mengikuti setiap tahapan dengan
baik untuk menjadi guru bersertifikasi. “Jadi tolong sampaikan kepada publik,
Undana tidak menerima donasi dari manapun untuk meluluskan guru bersertifikasi,
karena para guru harus menggunakan kecerdasan intelektual, emosional, spiritual
dan sosial untuk meraih sertifikasi tersebut,” kata Rektor Fred Benu ketika
tampil menjadi narasumber dalam sosialisasi tentang “Penyegaran Instruktur
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru” di ruang teater lantai tiga Gedung
Rektorat Undana Penfui, Kamis (29/9).
Rektor Universitas Nusa Cendana, prof. Ir. Fredrik l. Benu, m.si., ph. D Menegaskan, Undana Tak Menerima Donasi Atau Bantuan Dari Pihak Manapun Terkait PLPG 2016 |
Ia menambahkan, pihaknya selalu dihubungi masyarakat, terutama
para guru, yang menanyakan kelulusan mereka. “Saya selalu dihubungi para guru,
dan mereka bilang sudah bayar sekian, namun tidak lulus,” ujarnya sembari
menegaskan, tidak ada cara-cara seperti itu yang dilakukan Undana. Hal
tersebut, katanya, merupakan perbuatan dosa terhadap dunia pendidikan. Karena
itu, dalam waktu dekat pihaknya hendak melakukan mutasi terhadap beberapa staf
administrasi di FKIP Undana yang berurusan dengan sertifikasi melalui Pendidikan
dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Ia menjelaskan, para guru yang disebut
berkualitas, apabila memiliki kecerdasan intelektual,
emosional, spiritual dan sosial yang baik. Guru juga, lanjutnya, tidak hanya
memiliki kececerdasan intelektual, emosional dan spiritual saja, namun harus
dilengkapi dengan kecerdasan sosial. “Jadi semua kecerdasan ini harus dimiliki
guru,” ujarnya. Terkait dengan masalah pendidikan Indonesia, lanjut Prof.
Benu, para guru harus menggunakan kecerdasan untuk menemukan masalah dan memecahkan
masalah. “Jadi harus bisa menemukan masalah kemudian mencari jalan keluar untuk
mengatasi masalah pendidikan,” ungkapnya. Bila tidak, maka menurut dia, para
guru seperti para bayi yang berteriak beramai-ramai saat salah satu berteriak.
Namun, tidak pernah memikirkan masalah pendidikan dan bagaimana mengatasinya.
Terkait dengan para guru yang ingin mengikuti tes, Prof. Fred
Benu mengingatkan agar, para guru tidak hanya mampu mengikuti Paper Based Test
(ujian tulis, red), namun para guru pun harus bisa mengikuti Computer Based
Test (ujian berdasarkan komputer, red).
Narasumber dari Jakarta, Prof. Mucklas Samani dalam materinya
tentang “Sertifikasi Guru 2016” mengemukakan, sertifikasi guru merupakan
masalah serius yang kini dihadapi para guru di Indonesia. Menurutnya,
berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah
mengamanatkan sertifikasi guru. Namun, katanya, pada 30 Desember 2015 disebut
sebagai batas akhir sertifikasi guru. Meski demikian, katanya, pemerintah
memiliki alterlatif lain untuk tetap melaksanakan sertifikasi guru, yakni
dengan dikeluarkannya Permendikbud Nomor 29 Tahun 2016 tentang sertifikasi bagi
guru yang diangkat Sebelum tahun 2016. “Ini adalah cara pemerintah untuk
melakukan sertifikasi guru. Dimana guru harus memiliki sertifikasi guru dan
dosen harus bergelar S-2,” kata Prof. Samani.
Ia menjelaskan, alur pelaksanaan sertifikasi guru melalui
pendidikan fan lagihan profesi guru (PLPG), tahun ini skor minimal mencapai 80,
berbeda dengan tahun sebelumnya yakni 65. Ia menjelaskan, masalah yang akan
dihadapi adalah, para guru sebelum tahun 2016 tidak dikenakan syarat skor
minimal, sedangkan para guru yang ikut tes setelah tahun 2016 akan dikenakan
skor minimal. Bila para guru belum mencapai skor minimal baik, maka bisa
mengulangi UKG/UTN empat kali dalam dua tahun terhitung mulai tahun depan. Dan,
bila para guru belum mencapai baik, maka akan diberikan dua kali kesempatan
untuk mengulang ujian akhir PLPG pada tahun berjalan, jika belum lulus, diberi
empat kali kesempatan mengulang dalam dua tahun pada tahun berikutnya.
Ia mengungkapkan, PLPG ini sangat penting, karena dapat
meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru, memantapkan pengusaan dan
kemampuan dalam mengimplementasikan kurikulum dalam pembelajaran serta
menentukan untuk mengkuti UTN/PPG. Lembaga Penyedia Tenaga Kependidikan,
katanya, dapat melaksanakan PLPG apabila memiliki, program studi yang relevan
dengan mata pelajaran, minimal empat orang instruktur yang ber-NRI PLPG relevan
yang ditetapkan oleh Ditjen Belmawa Kemenristekdikti.
Sebelumnya Rektor, Prof. Benu dalam sambutannya menyambut baik
kedatangan Prof. Muchlas di Undana untuk memberi sosialisasi kepda para calon
instruktur. Karena itu, ia berpesan agar para peserta bisa mengikuti
sisialisasi dengan baik guna mengatasi masalah pendidikan di Indonesia,
khsusnya di NTT. Masalah pendidikan, katanya, setiap saat terus muncul, karena
itu dibutuhkan komitmen dan kerja keras untuk mengatasi masalah pendidikan. Ia
berharap, kerjasama Undana dengan Kemendikbud, dengan kehadiran Prof. Muchlas
bisa terus berlanjut. Dengan demikian, terangnya, masalah pendidikan di
Indonesia bisa segera diselesaikan. Hadir pada seminar tersebut, Pembantu
Rektor Bidang Kemahasiswaan, Prof. Dr. Simon Sabon Ola, M.Hum, para dosen
FKIP Undana yang juga calon instruktur serta para calon guru sertifikasi.
Sumber : http://www.undana.ac.id
0 komentar